20 Februari 2009

Aids is deadliest disease

BBC News
Neon-lit barbarshop offering sexual services, Beijing, China, July 2008
Rapid social change and unsafe sex are blamed for rising infection levels

Chinese officials have said that HIV/Aids was the leading cause of death last year, compared with other infectious diseases.

It is thought to be the first time this has happened.

A report by the country's state media said HIV/Aids had led to the deaths of almost 7,000 people in the first nine months of 2008.

The number of deaths caused by tuberculosis and rabies fell back into second and third place.

The numbers are increasing dramatically - China's Ministry of Health say that until three years ago, fewer than 8,000 people altogether had died from HIV/Aids.

By last year, the total had risen to five times that many.

Data on HIV in China are still unreliable. Official reporting of cases does seem to have improved.

The central authorities seem more willing to recognise HIV as a public health crisis and address it with education campaigns.

But there are still concerns that officials at local and provincial level are under-reporting, either by mistake or because they think it's not in their interest to show rises.

This latest news comes as the spread of HIV in China has entered a dangerous new phase.

Initially it was concentrated in high-risk populations, injecting drug users in particular.

Infection from contaminated blood transfusions was also common.

More sex

But now the main cause of transmission is thought to be unsafe sex.

China is still a deeply conservative society - but it is also going through a period of rapid social change.

Greater freedom of movement means millions of migrant workers have left small communities to enjoy the anonymity of cities.

Male workers, away from their families, have more sexual opportunity.

Prostitution has increased. Premarital sex is also becoming more acceptable.

On Tuesday, the World Health Organisation warned of a steep rise in HIV amongst Asian men who have sex with men, unless prevention programmes targeting them were greatly improved.

Read rest of entry

09 Februari 2009

Bos Pengemis Nikmati Hidup

Dikutip dari Jawa pos

Cak To, begitu dia biasa dipanggil. Besar di keluarga pengemis, berkarir sebagai pengemis, dan sekarang jadi bos puluhan pengemis di Surabaya. Dari jalur minta-minta itu, dia sekarang punya dua sepeda motor, sebuah mobil gagah, dan empat rumah. Berikut kisah hidupnya.

---

Cak To tak mau nama aslinya dipublikasikan. Dia juga tak mau wajahnya terlihat ketika difoto untuk harian ini. Tapi, Cak To mau bercerita cukup banyak tentang hidup dan ''karir''-nya. Dari anak pasangan pengemis yang ikut mengemis, hingga sekarang menjadi bos bagi sekitar 54 pengemis di Surabaya.

Setelah puluhan tahun mengemis, Cak To sekarang memang bisa lebih menikmati hidup. Sejak 2000, dia tak perlu lagi meminta-minta di jalanan atau perumahan. Cukup mengelola 54 anak buahnya, uang mengalir teratur ke kantong.

Sekarang, setiap hari, dia mengaku mendapatkan pemasukan bersih Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu. Berarti, dalam sebulan, dia punya pendapatan Rp 6 juta hingga Rp 9 juta.

Cak To sekarang juga sudah punya rumah di kawasan Surabaya Barat, yang didirikan di atas tanah seluas 400 meter persegi. Di kampung halamannya di Madura, Cak To sudah membangun dua rumah lagi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk emak dan bapaknya yang sudah renta. Selain itu, ada satu lagi rumah yang dia bangun di Kota Semarang.

Untuk ke mana-mana, Cak To memiliki dua sepeda motor Honda Supra Fit dan sebuah mobil Honda CR-V kinclong keluaran 2004.

***

Tidak mudah menemui seorang bos pengemis. Ketika menemui wartawan harian ini di tempat yang sudah dijanjikan, Cak To datang menggunakan mobil Honda CR-V-nya yang berwarna biru metalik.

Meski punya mobil yang kinclong, penampilan Cak To memang tidak terlihat seperti ''orang mampu''. Badannya kurus, kulitnya hitam, dengan rambut berombak dan terkesan awut-awutan. Dari gaya bicara, orang juga akan menebak bahwa pria kelahiran 1960 itu tak mengenyam pendidikan cukup. Cak To memang tak pernah menamatkan sekolah dasar.

Dengan bahasa Madura yang sesekali dicampur bahasa Indonesia, pria beranak dua itu mengaku sadar bahwa profesinya akan selalu dicibir orang. Namun, pria asal Bangkalan tersebut tidak peduli. ''Yang penting halal,'' ujarnya mantap.

Cak To bercerita, hampir seluruh hidupnya dia jalani sebagai pengemis. Sulung di antara empat bersaudara itu menjalani dunia tersebut sejak sebelum usia sepuluh tahun. Menurtu dia, tidak lama setelah peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI.

Maklum, emak dan bapaknya dulu pengemis di Bangkalan. ''Dulu awalnya saya diajak Emak untuk meminta-minta di perempatan,'' ungkapnya.

Karena mengemis di Bangkalan kurang ''menjanjikan'', awal 1970-an, Cak To diajak orang tua pindah ke Surabaya. Adik-adiknya tidak ikut, dititipkan di rumah nenek di sebuah desa di sekitar Bangkalan. Tempat tinggal mereka yang pertama adalah di emprean sebuah toko di kawasan Jembatan Merah.

Bertahun-tahun lamanya mereka menjadi pengemis di Surabaya. Ketika remaja, ''bakat'' Cak To untuk menjadi bos pengemis mulai terlihat.

Waktu itu, uang yang mereka dapatkan dari meminta-minta sering dirampas preman. Bapak Cak To mulai sakit-sakitan, tak kuasa membela keluarga. Sebagai anak tertua, Cak To-lah yang melawan. ''Saya sering berkelahi untuk mempertahankan uang,'' ungkapnya bangga.

Meski berperawakan kurus dan hanya bertinggi badan 155 cm, Cak To berani melawan siapa pun. Dia bahkan tak segan menyerang musuhnya menggunakan pisau jika uangnya dirampas. Karena keberaniannya itulah, pria berambut ikal tersebut lantas disegani di kalangan pengemis. ''Wis tak nampek. Mon la nyalla sebet (Kalau dia bikin gara-gara, langsung saya sabet, Red),'' tegasnya.

Selain harus menghadapi preman, pengalaman tidak menyenangkan terjadi ketika dia atau keluarga lain terkena razia petugas Satpol PP. ''Kami berpencar kalau mengemis,'' jelasnya.

Kalau ada keluarga yang terkena razia, mau tidak mau mereka harus mengeluarkan uang hingga ratusan ribu untuk membebaskan.

***

Cak To tergolong pengemis yang mau belajar. Bertahun-tahun mengemis, berbagai ''ilmu'' dia dapatkan untuk terus meningkatkan penghasilan. Mulai cara berdandan, cara berbicara, cara menghadapi aparat, dan sebagainya.

Makin lama, Cak To menjadi makin senior, hingga menjadi mentor bagi pengemis yang lain. Penghasilannya pun terus meningkat. Pada pertengahan 1990, penghasilan Cak To sudah mencapai Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu per hari. ''Pokoknya sudah enak,'' katanya.

Dengan penghasilan yang terus meningkat, Cak To mampu membeli sebuah rumah sederhana di kampungnya. Saat pulang kampung, dia sering membelikan oleh-oleh cukup mewah. ''Saya pernah beli oleh-oleh sebuah tape recorder dan TV 14 inci,'' kenangnya.

Saat itulah, Cak To mulai meniti langkah menjadi seorang bos pengemis. Dia mulai mengumpulkan anak buah.

Cerita tentang ''keberhasilan'' Cak To menyebar cepat di kampungnya. Empat teman seumuran mengikutinya ke Surabaya. ''Kasihan, panen mereka gagal. Ya sudah, saya ajak saja,'' ujarnya enteng.

Sebelum ke Surabaya, Cak To mengajari mereka cara menjadi pengemis yang baik. Pelajaran itu terus dia lanjutkan ketika mereka tinggal di rumah kontrakan di kawasan Surabaya Barat. ''Kali pertama, teman-teman mengaku malu. Tapi, saya meyakinkan bahwa dengan pekerjaan ini, mereka bisa membantu saudara di kampung,'' tegasnya.

Karena sudah mengemis sebagai kelompok, mereka pun bagi-bagi wilayah kerja. Ada yang ke perumahan di kawasan Surabaya Selatan, ada yang ke Surabaya Timur.

Agar tidak mencolok, ketika berangkat, mereka berpakaian rapi. Ketika sampai di ''pos khusus'', Cak To dan empat rekannya itu lantas mengganti penampilan. Tampil compang-camping untuk menarik iba dan uang recehan.

Hanya setahun mengemis, kehidupan empat rekan tersebut menunjukkan perbaikan. Mereka tak lagi menumpang di rumah Cak To. Sudah punya kontrakan sendiri-sendiri.

Pada 1996 itu pula, pada usia ke-36, Cak To mengakhiri masa lajang. Dia menyunting seorang gadis di kampungnya. Sejak menikah, kehidupan Cak To terus menunjukkan peningkatan...

***

Setiap tahun, jumlah anak buah Cak To terus bertambah. Semakin banyak anak buah, semakin banyak pula setoran yang mereka berikan kepada Cak To. Makanya, sejak 2000, dia sudah tidak mengemis setiap hari.

Sebenarnya, Cak To tak mau mengungkapkan jumlah setoran yang dia dapatkan setiap hari. Setelah didesak, dia akhirnya mau buka mulut. Yaitu, Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per hari, yang berarti Rp 6 juta hingga Rp 9 juta per bulan.

Menurut Cak To, dia tidak memasang target untuk anak buahnya. Dia hanya minta setoran sukarela. Ada yang setor setiap hari, seminggu sekali, atau sebulan sekali. ''Ya alhamdulillah, anak buah saya masih loyal kepada saya,'' ucapnya.

Dari penghasilannya itu, Cak To bahkan mampu memberikan sebagian nafkah kepada masjid dan musala di mana dia singgah. Dia juga tercatat sebagai donatur tetap di sebuah masjid di Gresik. ''Amal itu kan ibadah. Mumpung kita masih hidup, banyaklah beramal,'' katanya.

Sekarang, dengan hidup yang sudah tergolong enak itu, Cak To mengaku tinggal mengejar satu hal saja. ''Saya ingin naik haji,'' ungkapnya. Bila segalanya lancar, Cak To akan mewujudkan itu pada 2010 nanti
Read rest of entry

06 Februari 2009

Berjuang Untuk Hidup


Dahulu kala, ada seekor anjing yang masih muda dan terkenal dengan keangkuhannya. Sang anjing merasa dirinya gagah, berani, gesit, dan cepat dalam berlari serta pandai dalam memburu mangsa sasarannya (biasanya sech seperti itu).

Suatu hari di siang yang terik, si anjing yang terbangun dari tidur nyenaknya memutuskan hari ini dia ingin berburu dan menyantap binatang kesukaannya yakni seekor kelinci putih yang masih muda. Hmm...air liurnya segera menetes membayangkan nikmatnya daging hasil buruannya. Saat berlari-lari kecil untuk memulai hari perburuannya, tidak lama kemudian, dia melihat seekor tikus berlari melintas di depannya. Akhirnya, dikejarnya si tikus, ditangkap dengan kuku kakinya yang tajam, tikus yang ketakutan dipermainkan dengan gembira dan setelah puas bermain, si tikus pun dilepas diiringi suara raungan si anjing untuk menakut-nakutinya.

Setelah melihat tikus yang lari ketakutan, ekor si anjing kembali melambai santai. Dia melanjutkan perjalannya sambil mewaspadai setiap gerakan di sekelilingnya, tekadnya kuat untuk mencari kelinci walaupun perutnya terasa makin melilit karena kelaparan. Setelah cukup lama waktu berlalu, akhirnya dia berhasil menemukan si kelinci dan segera terjadilah kejar kejaran yang seru di antara mereka.

Kelinci yang ketakutan mengerahkan segenap tenaga dan kekuatannya berusaha menyelamatkan diri. Tanpa mempedulikan lagi segala rasa sakit akibat luka-luka di sekujur tubuhnya akibat dari menerjang dan menerobos setiap semak berduri yang dilaluinya. Hingga tiba-tiba dilihatnya sebuah lubang di tepi tebing segera dilemparkan tubuhnya masuk ke lubang gelap itu. Si anjing yang kehilangan jejak sibuk menggonggong dan mengais di sekitar lubang tetapi tubuh dan kakinya tidak cukup panjang untuk meraih kelinci di dalam lubang.

Di saat yang bersamaan, anjing melihat seekor ayam di sekitar situ. Dengan segera ditangkap dan dijadikanlah mangsa. Anjing yang kelaparan tidak lagi memperdulikan apa yang menjadi makanannya. Seekor anjing tua yang menyaksikan semua ulah si anjing muda menertawakannya.

"Hahaha.... Anak muda jika semua penghuni hutan tahu, apakah Kamu tidak malu? Kesombongan dan kehebatan larimu ternyata dikalahkan oleh kelinci. Tidakkah kau tahu, kenapa seekor kelinci bisa mengalahkanmu?"

Sambil tertunduk malu si anjing muda menggelengkan kepala,

"Karena kelinci berlari demi mempertahankan hidupnya. Sedangkan Kamu berlari untuk sekedar mengejar kesenangan dan memenuhi rasa laparmu. Kalian sama-sama berlari tetapi mempunyai motivasi yang sangat berbeda. Maka tidak heran si kelinci berhasil lolos dari kejaranmu karena kelinci berjuang untuk hidupnya."

Gambaran seperti itulah yang yang seharusnya kita renungkan, sejauh mana dan sekuat mana kita berjuang untuk hidup. Apakah kita melakukannya hanya untuk sekedar mengisi jadwal kehidupan yang sudah tersedia untuk kita, atau kita melakukannya dengan berjuang demi meraih semua yang kita inginkan dalam hidup.

Semua itu kembali kedalam diri kita sendiri, renungkanlah teman.
Read rest of entry

02 Februari 2009

Yang Suka Telat

Satu pasangan muda sangat bersuka cita demi mengetahui sang isteri hamil
muda. Namun sebelum mendapat kepastian dari dokter, mereka sepakat untuk
merahasiakan kehamilan tsb.
Isteri : "Pa, nggak usah diomongin dulu
ya...takut gagal, 'kan nggak enak kalau sudah di-omong?in"
Suami : "Oke deh ma, janji nggak bakalan diomongin sebelum ada konfirmasi dokter"
Lagi asik mereka ngobrol tiba-tiba datang karyawan PLN ke rumah mereka untuk
menyerahkan tagihan dan denda atas tunggakan rekening listrik mereka bulan
yang lalu.
Petugas PLN : "Nyonya terlambat 1 bulan."
Isteri : "Bapak tahu dari mana...???? Papa... Tolong nih bicara sama orang PLN ini...!"
Suami : "Eh, sembarangan... bagaimana anda bisa tahu masalah ini?"
Petugas PLN : "Semua tercatat di kantor kami,Pak."
Suami (tambah sengit): "Oke, besok saja saya ke kantor Bapak untuk menyelesaikan masalah ini!"
esoknya...
Suami : "Bagaimana PLN tahu rahasia keluarga saya?"
Karyawan PLN : "Ya tahu dong, lha wong ada catatannya pada kami!"
Suami : "Jadi saya mesti bagaimana agar berita ini dirahasiakan, Pak?"
Karyawan PLN : "Ya mesti bayar dong Pak!"
Suami (sialan gue diperes nih!) : "Kalau saya tidak mau bayar,bagaimana?"
Karyawan PLN : "Ya punya Bapak terpaksa kami putus..."
Suami : "Mati akuu...? Lha, kalo diputus... nanti isteri saya
bagaimana...?"
Karyawan PLN : "Kan masih bisa pakai lilin atau senter pak"
Read rest of entry
 

About Me

Foto Saya
Jimmy Adriansyah
Sekedar berbagi cerita, pengalaman, pekerjaan, dan share story
Lihat profil lengkapku

PassionMagz.Com's Fan Box

MeBlogLog



Chat With Me Yuk!